URGENSI
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA
A. Dasar
Pemikiran
Peraturan
Mengenai Pemerintahan desa merupakan Warisan dari Kolonialisme Belanda yaitu
yang dikenal dengan IGO ( Inlandsche Gemeente Ordonnante ) pada waktu itu hanya
berlaku untuk wilayah jawa dan madura
dan untuk wilayah yang ada diluar pulau jawa dan madura berlaku Inlandsche
Gemeente Ordonnantie Buitengewesten atau yang dikenal dengan IGOB.
Namun
sangat disayangkan peraturan tersebut tidak mengatur pemerintahan secara
seragam yang berakibat pada pembangunan masyarakat tidak berkembng secara
dinamis . Kemudian masuknya jepang ke
Indonesia Pada tahun 1942 mengakhiri
eksistensi belanda di indonesia peraturan mengenai pemerintahan desa tidak
berlaku karena jepang melarang setiap produk belanda berlaku di Indonesia.
Dengan demikian peraturan Mengenai desa
sudah tidak ada lagi dan jepang tidak mengeluarkan Undang-undang tentang
desa.
Pada
tanggal 17 agustus 1945 , keluarlah undang-undang yang mengatur tentang
pemerintahan daerah yang merupakan pelakasanaan dari UUD’45 pasal 18 tetapi
peraturan yang khusus mengatur tentang desa sebagai pengganti IGO dan IGOB
tidak di terbitkan akan tetapi pengaturan terhadap penyelenggaraan desa
diserahkan kepada pemerintah daerah setempat sehingga pelakasanaannya terkandang
masi menggunakan IGO dan IGOB.
Pada
tahun 1965 terbitlah Undang-Undang No 19
tahun 1965 tentang desa Praja. Undang-undang ini tidak mengatur desa
bahkan menghapus desa, yang kemudian IGO dan IGOB dihapuskan dan semua yang
berkaitan dengan desa.
Meletusnya
Peristiwa tragis G30 S/PKI berdampak pada
UU NO 19 tahun 65 tentang desa Praja perlu di tinjau kembali
melalui TAP MPRS N0.XX1 /MPRS/1966 tahun
1666 tentang pemebrian otonomi seluas-luasnya
kepada daerah.kemudian Keluar Undang-undang N0 6 tahun 1969 menyatakan bahwa
undang-undang No. 19 tahun 1965 tentantang desa praja tidak berlaku lagi otomatis lahirnya undang-undang ini
mengakibatkan desa mengalami kelemahan hukum bahkan sejak indonesia merdeka hal
ini sudah terjadi.
Pada
Tahun 1979 lahirlah undang-undang N0. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa .
dengan adanya UU ini corak keindonesian nampak jelas yang kemudian desa
ditetapkan sebagai organisasi pemerintahan terendah dibawah camat serta
mempunyai kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sediri. Secara otomatis
demokrasi pancasila terwujud secara nyata yang ditandai dengan adanya pemilihan
kepala desa secara langsung bebas,umum dan rahasia. Hal ini tidak berlangsung
secara baik meskipun menjamin pemerintahan sendiri karena ternoda oleh dibentuknya
Lembaga Permusyawaratan desa sebagai
penyalur aspirasi masyarakat Karena Lembaga
(LPD) diketuai oleh seorang kepala desa dan sekretaris desa menjadi
sekretaris LPD yang berakibat pada pencapaian demokrasi tidak terwujud.
Perkembangan
politik terus berjalan ditetapkanlah
undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang merupakan
pengganti UU NO 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah serta UU NO.5 tahun
1979 tentang pemerintahan Desa. UU No 22
tahun 1999 ini mempunyai pengaruh yang sangant signifikan tentang pemerintahan
desa yang diatur dalam Bab XI dari Pasal 93 sampai dengan Pasal 111, hal ini
mengatur bahwa desa tidak lagi berada di bawah camat atau pemerintahan ternedah
dibawah camat dengan demikian desa tidak mempunyai hubungan hierarki lagi
dengan camat sehingga kepala desa tidak bertanggung jawab kepada bupati melalui
camat melainkan bertanggungjawab kepada rakyat melaui badan perwakilan
desa dan menyampaikan laporan kepada
Bupati mengenai tugas-tugasnya. Sejak berlakunya UU tersebut maka Lembaga
Permusyawaratan Desa di ganti dengan Lembaga perwakila desa yang berfungsi
1.
Sebagai Lembaga Legislasi dan
Pengawasan dalam hal pelaksanaan pemerintahan desa
2.
Anggaran pendapatan dan belanja desa ,
3.
Keputusan Kepala Desa.
Dengan
berbagai pertimbangan mengenai UU No 22 tahun 1999 maka UU ini di ubah atau
direvisi karena tidak sesuia dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan ,
lahirlah UU NO 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah tindak lanjut dari UU
ini di tetapkanlah Peraturan Pemerintah No 72 tahu 2005 tentang desa sebagai
pedoman tentang penyelenggaraan desa.
B. Strategi Kebijakan Pembangunan
Desa dan Dasar Pemikiran
Dalam
proses pembangunan desa harus memperhatkan beberapa hal diantaranya seperti
Asal-usul masyarakat dan adat istiadat masyarakat setempat berdasarkan
urusan-urusan yang diserahkan, disamping itu pula perlu dilakukan atau menyusun
strategi dan kebijakan pembangunan desa.
Pemerintahan
Desa sebagai pemerintahan terendah dari pemerintahan Nasional. Oleh karena itu
lambanya pemerintahan desa sangat
mempengaruhi kecepatan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah ,hal ini juga akan berdampak pada pembangunan masyarkat secara
keseluruhan.
Pasang
surutnya pemerintahan desa akan mempengaruhi maju mundurnya pemerintahan
setempat.
Realitas
yang ditampilkan secara konkrit pada sebagian besar desa diindonesia sampai
sekarang pada hakekatnya dalam perkembangannya masi merupakan kesatuan hukum
asli yang dapat kita lihat dari masyarakat yang menggunakan hukum adat
sebagai landasan aturan masyarakat
setempat.
Desa berdasarkan Undang-Undang ini adalah desa atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan
Nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan
mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi
dan pemberdayaan masyarakat. Undang-Undang ini mengakui otonomi yang dimiliki
oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah
desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun
pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang
terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif
seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi
ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen,
maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri. Sebagai perwujudan demokrasi,
dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa
atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa
bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Di desa
dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah
desa dalam memberdayakan masyarakat desa. Kepala Desa pada dasarnya bertanggung
jawab kepada rakyat Desa yang dalam tata cara dan prosedur
pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat.
Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberikan keterangan
laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi
pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada
masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan/atau meminta
keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban
dimaksud. Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti pembentukan,
penghapusan, penggabungan, perangkat pemerintahan desa, keuangan desa,
pembangunan desa, dan lain sebagainya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang
ditetapkan dalam peraturan daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan
Pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar